TEKNIK PEMERIKSAAN
RADIOGRAFI LUMBO SACRAL DENGAN INDIKASI KOMPRESI L1 DAN L2, SPONDILOARTHROSIS,
HNP
DI RSUD MENGGALA KABUPATEN TULANG BAWANG
DI RSUD MENGGALA KABUPATEN TULANG BAWANG
Laporan studi kasus diajukan sebagai salah satu
kelengkapan PKL II
DISUSUN
OLEH:
HELISA DWI LESTARI
NIM
:1501012025
LAMPUNG
2017
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan atas
segala Rahmat, Berkah, dan Karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Praktek Kerja Lapangan
II mulai tanggal 1 Maret sampai tanggal 31 Maret 2017 di RSUD Menggala Kabupaten Tulang Bawang .
Dengan selesainya laporan study kasus ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada berbagai pihak, sehingga peroses penyusunan study kasus
dapat di kerjakan dengan lancar oleh karna itu penulis menyucapkan terima kasih
sebesar besarnya kepada :
1.
Bapak Drs. Hi. M. Saleh Mursyid, M.Si,M.Kes, phd selaku ketua yayasan
ATRO Patriot Bangsa Lampung.
2.
Ibu Leny
Anggraeni, Amd.Rad., SKM sebagai
direktur ATRO Patriot Bangsa Lampung.
3.
Ibu Novita Wijaya,
Amd.Rad sebagai penanggung jawab praktik kerja lapangan ATRO Patriot Bangsa
Lampung.
4. Bapak Arif
Widodo. S ST, SKM selaku Kepala Ruangan
Instalasi Radiologi RSUD Menggala.
5. Seluruh Radiografer dan staf Radiologi RSUD Menggala kabupaten Tulang Bawang.
Penulis menyadari
makalah ini masih terdapat kekurangan, penulis mohon maaf jika ada kata yang
kurang berkenan dan penulis mohon kritik dan saran demi kesempurnaan study
kasus ini .
Menggala, 25 Maret 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL......................................................................................................... i
LEMBAR
PENGESAHAN............................................................................................. iii
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... iii
DAFTAR
ISI..................................................................................................................... V
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3
Batasan Masalah ............................................................................................... 2
1.4
Tujuan Penulisan................................................................................................ 3
1.5
Manfaat Penulisan............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Dan Fisiologi....................................................................................... 5
2.1.1
Anatomi Lumbal...................................................................................... 8
2.1.2
Anatomi Sacrum...................................................................................... 9
2.2 Pisiologi............................................................................................................ 10
2.3
Patologi.............................................................................................................. 11
2.3.1
Spondilosis.............................................................................................. 11
2.32
Kompresi.................................................................................................. 15
2.4
Teknik Pemeriksaan........................................................................................... 19
2.4.1
Proyeksi Ap............................................................................................. 19
2.4.2
Proyeksi Lateral....................................................................................... 20
2.5
Perlengkapan Pemeriksaan................................................................................. 22
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil Penelitian.................................................................................................. 25
3.1.1
Identitas Pasien....................................................................................... 25
3.1.2
Peralatan Yang Digunakan...................................................................... 25
3..1.3
Prosedur Penghidupan Alat.................................................................... 26
3.1.4
Teknik Pemeriksaan................................................................................. 27
3.1.5
Hasil Gambaran Lumbosacral.................................................................. 30
3.1.6
Expertise Dokter...................................................................................... 30
3.1
Pembahasan....................................................................................................... 31
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan........................................................................................................ 32
4.1
Saran.................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 34
LAMPIRAN...................................................................................................................... 35
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan
dengan studi dan penerapan berbagai teknologi pencitraan untuk mendiagnosis dan
mengobati penyakit. Pencitraan dapat menggunakan sinar-X, USG, CT scan,
tomografi emisi positron (PET) dan MRI.Pencitraan tersebut menciptakan gambar
dari konfigurasi dalam dari sebuah objek padat, seperti bagian tubuh manusia,
dengan menggunakan energi radiasi. Radiologi juga kadang-kadang disebut
radioskopi atau radiologi klinis. Radiologi intervensi adalah prosedur medis
dengan bimbingan teknologi pencitraan.
Pencitraan medis biasanya
dilakukan oleh ahli radiografi atau penata rontgen. Seorang radiolog (dokter
spesialis radiologi) kemudian membaca atau menginterpretasikan gambar untuk
menentukan cedera, menentukan seberapa serius cedera tersebut atau membantu
mendeteksi kelainan seperti tumor. Itulah sebabnya mengapa pasien seringkali
harus menunggu untuk mendapatkan hasil “resmi” sinar-X atau gambar lainnya
bahkan setelah dokter utamanya telah mengkajinya. Seorang spesialis radiologi
juga harus menginterpretasikan hasil dan berkonsultasi dengan dokter utama
untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Klinik dan fasilitas medis yang tidak
mempekerjakan spesialis radiologi harus mengirimkan gambar keluar untuk interpretasi
dan menunggu temuan.
Berdasarkan uraian diatas penulis
tertarik untuk mengamati seorang pasien di Instalasi Radiologi RSUD
Menggala yang mengalami nyeri pada
tulang bagian belakang..
Untuk mengetahui lebih jauh hal tersebut penulis
membuat studi kasus yang berjudul PEMERIKSAAN
RADIOGRAFI LUMBOSACRAL DENGAN KLINIS SPODILOARTROSIS DAN KOMPRESI L1
DAN L2 DI RSUD MENGGALA.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana
riwayat alamiah penyakit kompresi, spondiloarthrosis, hnp pada lumbosacral ?
2. Apakah
teknik pemeriksaan pada vertebrae lumbosacral dengan klinis kompresi,
spondiloarthrosis, dan hnp ?
3. Bagaimana
hasil gambaran pemeriksaan vertebrae lumbosacral pada indikasi kompresi,
spondiloarthrosis, dan hnp ?
1.3 Batasan Masalah
Pada laporan study kasus ini penulis membatasi
permasalahan hanya pada teknik penatalaksanaan radiografi lumbosacral pada
kasus kompresi, spondiloarthrosis dan hnp.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan ini adalah:
1.4.1
Tujuan
Umum
Untuk
mengetahui prosedur yang dilakukan pada pemeriksaan lumbosacral pada kasus
kompresi, spondiloarthrosis dan hnp. di Instalasi Radiologi RSUD Menggala
Kabupaten Tulang Bawang.
1.4.2
Tujuan
Khusus
1.
Untuk mengetahui riwayat alamiah
penyakit kompresi, spondiloarthrosis, hnp pada lumbosacral.
2.
Untuk mengetahui teknik pemeriksaan pada
vertebrae lumbosacral dengan klinis kompresi, spondiloarthrosis, dan hnp.
3. Untuk
mengetahui gambaran pemeriksaan vertebrae lumbosacral pada indikasi kompresi,
spondiloarthrosis, dan hnp.
1.5 Manfaat Penulisan
Dengan
danya studi kasus ini penulis mengharapkan adanya beberapa manfaat, antara
lain.
1. Bagi
Instalasi RSUD Menggala Kabupaten Tulang Bawang
Sebagai
bahan pertimbangan bagi radiogafer dalam proses kinerja pengabilan gambar
rontgen lumbosacral sehingga kesalahan sejenis yang sejenis dapat diminimalisir
di Instalasi Menggala Kabupaten Tulang Bawang.
2. Bagi
Institusi ATRO Patriot Bangsa
Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswa khususnya mahasiswa
ATRO Patriot Bangsa Lampung.
3. Bagi
Pembaca
Semoga
karya tulis ilmiah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan
tentang penatalaksana pemeriksaan lumbosacral pada kasus kompresi,
spondiloarthrosis dan hnp bagi pembaca.
BAB
II
TIJAUAN
PUSTAKA
2.1
Anatomi dan Fisiologi
Kolumna vertebralis atau rangkaian
tulang belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk oleh sejumlah
tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas
tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan Panjang rangkaian
tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm. Seluruhnya
terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dari
19 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Kolumna vertebra terdiri dari 7
vertebra servikal atau ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal atau ruas tulang
punggung, 5 vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5 vertebra sacrum atau
ruas tulang kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging (Evelyn,
1999)
Dilihat dari samping kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang. (Syaifuddin)
Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale. Anatomi yang akan diuraikan dalam Karya Tulis Ilmiah ini merupakan anatomi yang berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.
Dilihat dari samping kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang. (Syaifuddin)
Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale. Anatomi yang akan diuraikan dalam Karya Tulis Ilmiah ini merupakan anatomi yang berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.
Gambar 2.1 Anotomi
vertebrae
Tulang punggung cervical
Secara
umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus
(bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2
dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya
dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1
atau atlas,
C2 atau aksis. Setiap mamalia
memiliki 7 tulang punggung leher, seberapapun panjang lehernya.
Procesus
spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk.
Beberapa gerakan memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam konteks manusia.
Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
Tulang punggung lumbal
Bagian ini (L1-L5)
merupakan bagian paling tegap konstruksinya
dan menanggung beban
terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi
tubuh, dan beberapa gerakan rotasi
dengan derajat yang kecil.
Tulang punggung sacral
Terdapat
5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki
celah atau diskus intervertebralis
satu sama lainnya.
Tulang
punggung coccygeal
Terdapat
3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah. Beberapa
hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu
disebut tulang punggung kaudal (kaudal berarti ekor)
2.1.1
Anatoi Lumbal
Vertebrae lumbalis atau
ruas tulang pinggang adalah yang terbesar.
Badannya lebih besar disbanding badan vertenra lainya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar, tebal dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus tranversusnya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari cronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada di tengah dari sagital plane.
Badannya lebih besar disbanding badan vertenra lainya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar, tebal dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus tranversusnya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari cronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada di tengah dari sagital plane.
Vertebrae lumbal terdiri
dari 2 komponen, yaitu komponen anterior yang terdiri dari korpus, sedangkan
komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang terdiri dari pedikel,
lamina,prosesus tranversus, prosesus spinosus dan prosesus artikularis. Setiap
dua korpus vertebrae dipisah oleh diskus intervertebralis dan ditahan serta
dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum. Foremen vertebralis lumbalis
berbentuk segihtiga, ukuurannya sedikit lebih besar dari milik vertebrae
thorakalis tetapi lebih kecil dari vertebrae servikalis. Bagian bawah dari
modulla spinalis yang meluas sampai foramen vertebrae lumbalis satu, foremen
vertebrae lumbalis 5 hanya berisi kedua equina dan selaput selaput otak. Proses
tranversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebrae lumbal 5 yang
kuat dan tebal.
2.1.2
Anatomi sacrum
Sacrum atau tulang kelengkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah columna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang iniminata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis (panggul).
Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebralis yang khas. Tepi anterior dari batas sacrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak di bawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang). Dinding kanalis sakralis berlubang lubang untuk dilalui sayaf sacral.
Vertebrae sacrum (tulang kelengkang) terdiri dari 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu, sehingga menyerupai sebuah tulang disamping kiri atau kanannya terdapat lupang kecil 5 buah yang di sebut foremen sakralia. Os sacrum menjadi dinding pada bagian belakang dari rongga panggul.
Sacrum atau tulang kelengkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah columna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang iniminata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis (panggul).
Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebralis yang khas. Tepi anterior dari batas sacrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak di bawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang). Dinding kanalis sakralis berlubang lubang untuk dilalui sayaf sacral.
Vertebrae sacrum (tulang kelengkang) terdiri dari 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu, sehingga menyerupai sebuah tulang disamping kiri atau kanannya terdapat lupang kecil 5 buah yang di sebut foremen sakralia. Os sacrum menjadi dinding pada bagian belakang dari rongga panggul.
Gambar 2.2 Lumbosacral
2.2 Fisiologi
Vertebra lumbosakaral merupakan
bagian dari tulang belakang/kolumna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang
kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.
Tulang belakang gunanya adalah untuk
menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang
yaitu lanjutan dari sumsum penyambung otak yang terdapat di dalam saluran
tulang belakang dan tempat tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).
2.3 Patologi
2.3.1 Spondiloartrosis
Spondylarthrosis adalah penyakit distrofi-degeneratif yang
mempengaruhi sendi (antara tulang belakang).Hal ini dapat dikaitkan dengan
perkembangan osteoarthritis, seperti pada penyakit ini berkurang kesenjangan
antara tulang dan mobilitas normal mereka dapat menyebabkan proses subluksasi
sendi.Ketika tunas terluka, ada risiko tinggi mengembangkan spondyloarthrosis
yang menarik ruang interarticular penyempitan, menutup tepi sendi dan
pertumbuhan berlebih tulang.Ini mempromosikan deformasi.Pada saat yang sama
seseorang mengalami nyeri konstan dalampungungnya.
Suatu kelainan degenaratif pada sendi sendi tulang belakang, biasanya menyerang orang dewasa usia pertengahan ke atas.
Suatu kelainan degenaratif pada sendi sendi tulang belakang, biasanya menyerang orang dewasa usia pertengahan ke atas.
1.
Etiologi
a.
Perubahan degenerative
Seiring
bertambahnya usia, tubuh akan me-ngalami penurunan baik dalam hal gerak maupun
fungsinya
b.
Trauma
Baik
trauma secara langsung maupun tidak langsung. Kebanyakan pasien
spondy-loarthrosis lumbal mengaku memiliki riwayat jatuh. Umumnya tidak
langsung merasakan tanda dan gejala, tetapi beberapa waktu kemudian baru
dirasakan.
c.
Kelainan
postur
Postur
juga dapat diartikan sebagai posisi atau sikap tubuh, pengaturan bagian tubuh
yang relatif untuk aktivitas tertentu, atau me-rupakan suatu karakteristik
tubuh seseorang.
d.
Stress akibat aktivitas dan pekerjaan
Degenerasi
diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu
e.
Faktor
ginetik
Peran
herediter Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi
diskus
f.
Adaptasi
fungsional
Penelitian
Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif pada diskus berkaitan
dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra.
2. Epidemiologi
a. Jumlah
pasien diatas usia 40 tahun yang datang dengan keluhan low back pain ternyata
jumlahnya cukup banyak
b. Di Amerika
Serikat lebih dari 80% penduduk pernah mengeluh low back pain dan di negara
kita sendiri diperkirakan jumlahnya lebih banyak lagi
c. Diperkirakan
80% dari semua orang masyarakat modern selama kehidupan aktifitasnya dan
me-rasakan nyeri pinggang
3.
Gejala klinis
Yang
sering pada L4,5 atau L5-S1
-Nyeri pinggang, akan bertambah jika ada gerakan
-Kaku
-Gerakan terbatas
-Spasme otot
-Hilangnya kurvatura lumbal
-Fleksi terbatas
Kompresi akar syaraf
-Nyeri yang menjalar
-Parastesia
-Rasa kebal
-Reflek berkurang atau hilang
-Kelemahan otot
-Kemunduran sensorik
4. Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar
dan muncul retak pada berbagai sisi. Nucleus pulposus kehilangan cairan. Tinggi
diskus berkurang. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi
pada diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala. Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa
adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme
diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat
terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi
terjadinya crush fracture.
Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal
terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal,
durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf
dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis
intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan
perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan
articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan
penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.
Gambar 2.3.1 gambaran spondiloartrosis pada VLS
2.3.2
Kompresi
Fraktur kompresi
terdiri dari kata fraktur dan kompresi. Fraktur artinya keadaan patah atau
diskontinuitas dari jaringan tulang, sedangkan kompresi artinya tekanan atau
tindihan, jadi fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang
akibat dari suatu tekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang
tersebut (Ahmad Ramali, 1987) Fraktur kompresi adalah suatu keretakan pada
tulang yang disebabkan oleh tekanan, tindakan menekan yang terjadi bersamaan.
Fraktur kompresi pada vertebral umumnya terjadi akibat osteoporosis. Fraktur
kompresi vertebra adalah suatu fraktur yang merobohkan ruas tulang belakang
akibat tekanan dari tulang, mendorong ke arah robohan ruas-ruas tulang belakang
yang kebanyakan seperti sebuah spons/bunga karang yang roboh di bawah tekanan
tangan seseorang. Biasanya terjadi tanpa rasa sakit dan menyebabkan seseorang
menjadi lebih pendek.
Fraktur kompresi vertebra sering dihubungkan dengan
osteoporosis.
1.
Etiologi
Penyebab cedera medula spinalis dibedakan menjadi dua yaitu
akibat trauma dan
non trauma. Delapan puluh persen cedera medula spinalis
disebabkan oleh trauma
(contoh : jatuh, kecelakaan lalu lintas, tekanan yang
terlalu berat pada punggung)
dan sisanya merupakan akibat dari patologi atraumatis
seperti carcinoma, mielitis,
iskemia, dan multipel sklerosis (Garrison, 1995).
2.
Patofisiologi
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis
secara langsung dan tidak langsung. Fraktur pada tulang belakang yang
menyebabkan instabilitas pada tulang belakang adalah penyebab cedera pada
medula spinalis secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi dibawah segmen
cervical dan medula spinalis tersebut mengalami kerusakan sehingga akan
berakibat terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang dsarafi dengan
manifestasi kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada otot-otot abdomen
dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah serta paralisis sfingter pada
uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang terganggu.
3. Tanda dan Gejala
a. Gangguan motorik
Cedera
medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan sel-sel
saraf pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flaccid paralisis
dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medula spinalis yang
cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung sesaat
setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal shock
ini ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Apabila lesi terjadi di mid thorakal
maka gangguan refleknya lebih sedikit tetapi apabila terjadi di lumbal beberapa
otot-otot anggota gerak bawah akan mengalami flacid paralisis (Bromley, 1991).
Masa spinal shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6 minggu kemudian akan
berangsur – angsur pulih dan menjadi spastik. Cedera pada medulla spinalis pada
level atas bisa pula flacid karena disertai kerusakan vaskuler yang dapat
menyebabkan matinya sel – sel saraf
b.
Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu
gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain dimana nyeri tersebut merupakan
gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu sel-sel yang ada di saraf
pusat mengalami gangguan.(Crosbie,1993). Selain itu kulit dibawah level
kerusakan akan mengalami anaesthes, karena terputusnya serabut- serabut saraf
sensoris.
c. Gangguan bladder dan bowel
Efek gangguan fungsi bladder
tergantung pada level cedera medula spinalis, derajat kerusakan medula
spinalis, dan waktu setelah terjadinya injury. Paralisis bladder terjadi pada
hari-hari pertama setelah injury selama periode spinal shock. Seluruh reflek
bladder dan aktivitas otot-ototnya hilang. Pasien akan mengalami gangguan retensi
diikuti dengan pasif incontinensia. Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik
membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid dan rectum serta relaksasii otot
spincter internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu berjalan secara
reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh gangglion yang berada di dalam
dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum
dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan
sigmoid dan rectum. Mekanisme
defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong
kebawah sampai tiba di rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter,
karena penuhnya rectum kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua
semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter ani dilonggarkan dan
sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal yang
meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka
defekasi tak terkontrol oleh keinginan (Sidharta, 1999).
Gambar 2.3.2 compresi pada
lumbosacral
2.4
Teknik Pemeriksaan Lumbosacral
2.4.1
Lumbosacral proyeksi AP
Posisi
Pasien : Pasien diposisikan supine
Posisi
Objek : 1. Atur LS pada posisi true AP
2. Atur LS pada pertengahan kaset
3. Pastikan nantinya tidak ada gambambaran yang terpotong
Central point (CP) : pertengahan antara crista iliaca
Central Ray (CR) : vertical
tegak lurus kaset
FFD
: 100 cm
Kaset
: 30x40cm dibagi dua
Gambar 2.4 proyeksi AP
Kriteria Radiograf
: 1.T12-sacrum tampak
2. normalnya vertebra tampak simetris
3. space vertebra tampak
- prosesus spinosus tidak mengalami rotasi
Gambar 2.4 hasil gambaran vls Ap
2.4.2
Lumbosacral proyeksi Lateral
Posisi
Pasien : Pasien diposisikan recumben
Posisi Objek : 1. Atur LS pada
posisi true Lateral
2. Ganjan pinggang pasien
menggunakan soft bag
3. Atur LS pada pertengahan kaset
4.
Pastikan nantinya tidak ada gambambaran yang terpotong
Central point (CP) : 3-4cm diatas crista iliaca
Central
Ray (CR) : vertikal tegak lurus
kaset (jika pinggang pasien diganjal soft bag) vertkal dengan disudutkan 5-8
derajat caudad (jika tidak diganjal)
FFD
: 100 cm
Kaset
: 30x40cm dibagi dua
Gambar 2.4 proyeksi Lateral
Kriteria Radiograf
: 1. T12-sacrum tampak
2. crista iliaca saling super posisi
3. space vertebra tampak
4. prosesus spinosus tampak
bebas
Gambar 2.4 hasil gambaran VLS
Lateral
2.
5 Perlengkapan Pemeriksaan
2.4.1 Pesawat Rontgen
Pesawat
rontgen adalah alat / pesawat medik yang bekerjanya dapat menghasilkan radiasi
sinar X, baik untuk keperluan fluoroskopi maupun radiografi. Output yang
dihasilkan dari pesawat ini adalah berkas sinar
DR (Digital
Radiografi)
Digital radiografi adalah sebuah
bentuk pencitraan sinar_X, dimana sensor-sensor sinar-X digital digunakan
menggatikan film fotografi konvensional. Dan processing kimiawi digantikan
dengan sistem komputer yang terhubung dengan monitor atau laser printer.
Gambar 2.3.1
pesawat rontgen
2.3.2 Kaset DR
Kaset
adalah suatu alat yang di gunakan untuk menempatkan yang akan ataupun sudah
diekspose, yang berfungsi untuk melindungi film dari pengaruh cahaya Untuk
menjaga agar film tetap dalam keadaan rapat Screen. Untuk melindungi intensifying
screen dari pengaruh tekanan mekanik.
Gambar 2.3.2 kaset
2.3.3 Film
Film radiografi adalah film yang digunakan sebagai tempat
terciptanya gambar radiograf dalam ilmu radiologi.
Ukuran ukuran flm
-(8x10)
|
-(10x12)
|
-(14X17)
|
-(11x14)
|
-(14x14)
|
Gambar 2.3.3 film 35x35
2.2.4 Marker
Marker adalah alat yang terbuat dari timbal yang
di gunakan sebagai penanda objek (biasanya Marker itu R atau L maksud nya yaitu
R untuk penanda bagian objek sebelah kanan dan L untuk penanda bagian objek sebelah
kiri )
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 HASIL
PENELITIAN
3.1.1 IDENTITAS
PASIEN
No RM :11
11 28
Nama : Ny.X
No Ro :827
Alamat :Menggala
Umur/ Jenis Kelamin : 53 tahun /Perempuan
Jenis pemeriksaan :
Lumbosacral
Indikasi : Nyeri pada punggung belakang
Tanggal Pemeriksaan :
17 maret 2017
3.1.2
Peralatan yang di gunakan
1. Pesawat Rontgen
-
Merek : Siemens mobilett Mira
-
Jenis :Mobile x-ray syistem
-
Produksi :Jerman
2. Flm DR
-
Merek : Agfa
-
Ukuran :10x12 cm
-
Jumlah pakai : 1
3. Kaset
-
Merek : Siemens
4. Alat prosessing
-
DR (Digital
Radiologi)
5. Marker
-
Tetbuat dari : Timbal
-
Bentuk : L
3.1.3
Prosedur Penghidupan Alat
1. Hidupkan control panel terlebih dahulu dengan menekan
tombol on pada meja control
2. Panaskan pesawat rontgen terlebih dahulu
3. Tentukan kV yang akan digunakan
4. Arahkan tabung terhadap garis tengah meja pemeriksaan
5. Siapkan kaset 30X40 cm
6. Atur posisi pasien
7. Atur jarak penyinran dan luas lapangan penyinaran
8. Tekan tombol eksposi
Ambil kaset kemudian cetak flem menggunakan printer.
3.1.4 Teknik Pemeriksaan
1. Lumbosacral Proyeksi AP
a.
Posisi
pasien : Atur posisi pasien supine diatas meja pemeriksaan.
b.
Posisi
objek :
1.
Atur
MSP tubuh berada pada pertengahan film.
2.
Elbow
difleksikan dan tempatkan kedua tangan di atas dada.
3.
Pastikan
tidak ada rotasi pada pelvis dan kedua lutut di luruskan.
4.
Batas
atas prosesus xypoideus
5.
Batas
bawah simpisis pubis
6.
Atur
batas kanan kiri agar lumbosacral tadak terpotong
c.
Central
ray : Tegak lurus vertical
d.
Central
point : Diantara lumbal ke 3 atau
setinggi dengan crista illiaca
e.
Film
focus distance : berjarak 100 cm
f.
Faktor
eksposi : KV = 75 MAS=16
g.
Kaset
h.
Kolimasi
i.
Kriteria
gambar :
1.
Tampak
vertebrae lumbal
2.
Spece
intervertebralis
3.
Prosesus
spinosus dalam satu garis pada vertebrae
4.
Prosesus
tranversus kanan dan kiri beranjak sama.
5.
Tampak
marker R
Gambar 3.1.4 proyeksi AP lumbosacral
2. Lumbosacral Proyeksi Lateral
a. Posisi Pasien :
Pasien
prone di atas meja pemeriksaan, kepala diatas bantal,knee pleksin dan ankle di
beri ganjal.
b. Posisi objek :
1.
Pasien
tidur miring membentuk sudut 90 drajat.
2.
Knee
join fleksi
3.
MCP
tubuh segaris dengan mid line meja
4.
Kedua
siku fleksi dan di letakan dibawah kepala
5.
Batas
atas simpisis xypoideus
6.
Batas
bawah simpisis pubis
7.
Atur
batas kanan kiri agar lumbosacral tidak terpotong.
c. Center ray : Tegak lurus kaset
d. Center poin : Setinggi lumbal ke 3
e. FFD : 100 cm
f. FE : KV=80 MAS=18
g. Kaset DR
h. Kolimasi
i.
Kreteria
gambar :
1.
Tampak
foramen intervertebralis 1-4
2.
Corpus
vertebralis
3.
Spece
intervertebralis
4.
Prosesus
spinosus dan lumbal ke 5
5.
Tampak
sacrum
Gambar 3.1.4 proyeksi lateral
lumbosacral
3.1.5 . Hasil gambaran lumbosacral dengan klinis
spondiloarthrosis dan kompresi l1 dan l2
3.1.6
Expertise Dokter
Setelah melakukan pemeriksaan lumbosacral
AP/Lateral penulis mendapatkan hasi
expertise dari dokter spesialis radiografi di RSUD Menggala Lampung sebagai
berikut :
1. Kompresi L1 dan L2
2. Spondiloarthrosis lumbalis
3. Suspek HNP L1-2, L2-3, L3-4, L4-5 dan L5-S1
3.2 Pembahasan
Pada tanggal 17
maret 2017 ada seorang Ny.X datang ke
instalasi Radiologi RSUD Menggala Lampung dengan di antar oleh perawat UGD
dengah mebawa pengantar rontgen. Pengantar tersebut terdapat permintaan rontgen
lumbosacral Ap dan Lateral dengan klinis nyeri pada pinggang. Setelah itu di
lakukan pemeriksaan radiografi lumbosacral dengan proyeksi Ap dan lateral .
setelah di lakukan pemeriksaan radiografi tersebut kita dapat mengetahui tehnik
pemeriksaan serta mengetahui hasil gambaran yang jelas.
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan yang telah
diuraikan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada piƱata laksana pemerisaan
vertebrae lumbosacral di Instalasi Radiologi RSUD Menggala Lampung, dapat di
ketahui hasil pemeriksaan pada rontgen vertebrae lumbosacral terdapat gambaran
yang menujukan adanya spondiloartrosis dan compresi pada L! dan L2.
2. Teknik pemeriksaan lumbosacral
adalah pemeriksaan sercara radiologi dengan menggunakan sinar-X untuk
mendiaknosa adanya kelainan pada tulang belakang dengan menggunakan 2 proksi
yaitu AP dan Lateral, proyeksi ini sudah
cukup untuk menegakan diagnose pada pemeriksaan tersebut.
3. Dengan pemeriksaan llumbasacral
sangat baik untuk melihat secara lengkap dan jelas dan jelas vertebrae lumbal
dan sacrum, sehingga memudahkan dokter untuk membaca foto dan membuar hasil
ekspertise.
4.2
Saran
Adapun saran yang dapat penulis
sampaikan sehubungan dengan penulis laporkan studi kasus ini adalah :
1.
Perlunya menjelaskan tentang persiapan pemeriksaan
pada pasien agar penderita paham maksud dan tujuan dari pemeriksaan yang akan
dilakukan.
2. Dalam melakukan pemeriksaan
lumbosacral ini radiographer diharapkan menguasai tentang teknik pemeriksaan
yang digunakan agar mendapat hasil gambaran yang optimal serta mengurangi
resiko pengulangan foto.
3.
Dalam melakukan pemeriksaan ini radiographer sebaiknya
lebih memperhatikan proteksi radiasi agar mengurangi radiasi yang diterima
pasien, petugas dan masyarakat umum.
DAFRTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?q=proyeksi+ap+lateral+lumbosacral&client=firefox-b&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahU
http://gudangmedis.blogspot.co.id/2015/01/teknik-radiografi-ls-lumbosakral.html
Sobotta_Atlas_Anatotomi_Manusia_Jilid_1_F.Paulsen
& J.Waschke
LAMPIRAN
GAMBARAN SURAT PENGANTAR
HASIL GAMBARAN RONTGEN AP/LATERAL
GAMBARAN EXPERTISE DOKTER
GAMBARAN PASIEN PROYEKSI AP
GAMBARAN PASIEN PROYEKSI LATERAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar