Selasa, 15 Januari 2019

Contoh Laporan Studi Kasus PKL Radiologi "Teknik Pemeriksaan Lumbo Sacral"


TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI LUMBO SACRAL DENGAN INDIKASI KOMPRESI L1 DAN L2, SPONDILOARTHROSIS, HNP
DI RSUD MENGGALA KABUPATEN TULANG BAWANG



Laporan studi kasus diajukan sebagai salah satu kelengkapan PKL II
                                                           





                                                                                                                  

                                                   DISUSUN OLEH:

HELISA DWI LESTARI
                                                   NIM :1501012025                    

                                                                                                              



AKADEMI TEKNIK RADIODIGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PATRIOT BANGSA
LAMPUNG
2017




KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan atas segala Rahmat, Berkah, dan Karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus  Praktek Kerja Lapangan II mulai tanggal 1 Maret sampai tanggal 31 Maret  2017 di RSUD Menggala Kabupaten Tulang Bawang . 
Dengan selesainya laporan study kasus ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak, sehingga peroses penyusunan study kasus dapat di kerjakan dengan lancar oleh karna itu penulis menyucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada :
1.    Bapak Drs. Hi. M. Saleh Mursyid, M.Si,M.Kes, phd selaku ketua yayasan ATRO Patriot Bangsa Lampung.
2.    Ibu  Leny Anggraeni, Amd.Rad., SKM sebagai direktur ATRO Patriot Bangsa Lampung.
3.    Ibu Novita Wijaya, Amd.Rad sebagai penanggung jawab praktik kerja lapangan ATRO Patriot Bangsa Lampung.
4.    Bapak Arif Widodo. S ST, SKM  selaku Kepala Ruangan Instalasi Radiologi RSUD Menggala.
5.    Seluruh Radiografer dan staf Radiologi RSUD Menggala kabupaten Tulang Bawang.


Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, penulis mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan dan penulis mohon kritik dan saran demi kesempurnaan study kasus ini .
Menggala, 25 Maret 2017



Penulis 




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... V
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................................... 2
1.4 Tujuan Penulisan................................................................................................ 3
1.5 Manfaat Penulisan............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Dan Fisiologi....................................................................................... 5
2.1.1 Anatomi Lumbal...................................................................................... 8
2.1.2 Anatomi Sacrum...................................................................................... 9
2.2  Pisiologi............................................................................................................ 10
2.3 Patologi.............................................................................................................. 11
2.3.1 Spondilosis.............................................................................................. 11
2.32 Kompresi.................................................................................................. 15
2.4 Teknik Pemeriksaan........................................................................................... 19
2.4.1 Proyeksi Ap............................................................................................. 19
2.4.2 Proyeksi Lateral....................................................................................... 20
2.5 Perlengkapan Pemeriksaan................................................................................. 22
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian.................................................................................................. 25
3.1.1 Identitas Pasien....................................................................................... 25
3.1.2 Peralatan Yang Digunakan...................................................................... 25
3..1.3 Prosedur Penghidupan Alat.................................................................... 26
3.1.4 Teknik Pemeriksaan................................................................................. 27
3.1.5 Hasil Gambaran Lumbosacral.................................................................. 30
3.1.6 Expertise Dokter...................................................................................... 30
3.1 Pembahasan....................................................................................................... 31
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 32
4.1 Saran.................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 34
LAMPIRAN...................................................................................................................... 35




                                      BAB I
PENDAHULUAN                                 
1.1  Latar Belakang Masalah
Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan dengan studi dan penerapan berbagai teknologi pencitraan untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit. Pencitraan dapat menggunakan sinar-X, USG, CT scan, tomografi emisi positron (PET) dan MRI.Pencitraan tersebut menciptakan gambar dari konfigurasi dalam dari sebuah objek padat, seperti bagian tubuh manusia, dengan menggunakan energi radiasi. Radiologi juga kadang-kadang disebut radioskopi atau radiologi klinis. Radiologi intervensi adalah prosedur medis dengan bimbingan teknologi pencitraan.
     Pencitraan medis biasanya dilakukan oleh ahli radiografi atau penata rontgen. Seorang radiolog (dokter spesialis radiologi) kemudian membaca atau menginterpretasikan gambar untuk menentukan cedera, menentukan seberapa serius cedera tersebut atau membantu mendeteksi kelainan seperti tumor. Itulah sebabnya mengapa pasien seringkali harus menunggu untuk mendapatkan hasil “resmi” sinar-X atau gambar lainnya bahkan setelah dokter utamanya telah mengkajinya. Seorang spesialis radiologi juga harus menginterpretasikan hasil dan berkonsultasi dengan dokter utama untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Klinik dan fasilitas medis yang tidak mempekerjakan spesialis radiologi harus mengirimkan gambar keluar untuk interpretasi dan menunggu temuan.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengamati seorang pasien di Instalasi Radiologi RSUD Menggala  yang mengalami nyeri pada tulang bagian belakang..
Untuk mengetahui lebih jauh hal tersebut penulis membuat studi kasus yang berjudul PEMERIKSAAN RADIOGRAFI  LUMBOSACRAL  DENGAN KLINIS SPODILOARTROSIS DAN KOMPRESI L1 DAN L2 DI RSUD MENGGALA.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1.      Bagaimana riwayat alamiah penyakit kompresi, spondiloarthrosis, hnp pada lumbosacral ?
2.      Apakah teknik pemeriksaan pada vertebrae lumbosacral dengan klinis kompresi, spondiloarthrosis, dan hnp ?
3.      Bagaimana hasil gambaran pemeriksaan vertebrae lumbosacral pada indikasi kompresi, spondiloarthrosis, dan hnp ?
1.3  Batasan Masalah
Pada laporan study kasus ini penulis membatasi permasalahan hanya pada teknik penatalaksanaan radiografi lumbosacral pada kasus kompresi, spondiloarthrosis dan hnp.
1.4  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.4.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui prosedur yang dilakukan pada pemeriksaan lumbosacral pada kasus kompresi, spondiloarthrosis dan hnp. di Instalasi Radiologi RSUD Menggala Kabupaten Tulang Bawang.
1.4.2        Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui riwayat alamiah penyakit kompresi, spondiloarthrosis, hnp pada lumbosacral.
2.      Untuk mengetahui teknik pemeriksaan pada vertebrae lumbosacral dengan klinis kompresi, spondiloarthrosis, dan hnp.
3.      Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan vertebrae lumbosacral pada indikasi kompresi, spondiloarthrosis, dan hnp.
1.5 Manfaat Penulisan
Dengan danya studi kasus ini penulis mengharapkan adanya beberapa manfaat, antara lain.
1.      Bagi Instalasi RSUD Menggala Kabupaten Tulang Bawang
Sebagai bahan pertimbangan bagi radiogafer dalam proses kinerja pengabilan gambar rontgen lumbosacral sehingga kesalahan sejenis yang sejenis dapat diminimalisir di Instalasi Menggala Kabupaten Tulang Bawang.
2.      Bagi Institusi ATRO Patriot Bangsa
Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswa khususnya mahasiswa ATRO Patriot Bangsa Lampung.
3.      Bagi Pembaca
Semoga karya tulis ilmiah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penatalaksana pemeriksaan lumbosacral pada kasus kompresi, spondiloarthrosis dan hnp bagi pembaca.














BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1  Anatomi dan Fisiologi
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Kolumna vertebra terdiri dari 7 vertebra servikal atau ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal atau ruas tulang punggung, 5 vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5 vertebra sacrum atau ruas tulang kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging (Evelyn, 1999)
        Dilihat dari samping kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang. (Syaifuddin)
 
Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale. Anatomi yang akan diuraikan dalam Karya Tulis Ilmiah ini merupakan anatomi yang berhubungan dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.
Gambar 2.1 Anotomi vertebrae



 Tulang punggung cervical

Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis. Setiap mamalia memiliki 7 tulang punggung leher, seberapapun panjang lehernya.
Tulang punggung thorax
Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam konteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
Tulang punggung lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
Tulang punggung sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.
Tulang punggung coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah. Beberapa hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu disebut tulang punggung kaudal (kaudal berarti ekor)
2.1.1 Anatoi Lumbal
Vertebrae lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar.
Badannya lebih besar disbanding badan vertenra lainya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar, tebal dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus tranversusnya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke posterior dari cronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik. Foramen intervertebralis dari lumbal berada di tengah dari sagital plane.
Vertebrae lumbal terdiri dari 2 komponen, yaitu komponen anterior yang terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang terdiri dari pedikel, lamina,prosesus tranversus, prosesus spinosus dan prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebrae dipisah oleh diskus intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum. Foremen vertebralis lumbalis berbentuk segihtiga, ukuurannya sedikit lebih besar dari milik vertebrae thorakalis tetapi lebih kecil dari vertebrae servikalis. Bagian bawah dari modulla spinalis yang meluas sampai foramen vertebrae lumbalis satu, foremen vertebrae lumbalis 5 hanya berisi kedua equina dan selaput selaput otak. Proses tranversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebrae lumbal 5 yang kuat dan tebal.
2.1.2 Anatomi sacrum
Sacrum atau tulang kelengkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah columna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang iniminata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis (panggul).
Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebralis yang khas. Tepi anterior dari batas sacrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak di bawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang). Dinding kanalis sakralis berlubang lubang untuk dilalui sayaf sacral.
Vertebrae sacrum (tulang kelengkang) terdiri dari 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu, sehingga menyerupai sebuah tulang disamping kiri atau kanannya terdapat lupang kecil 5 buah yang di sebut foremen sakralia. Os sacrum menjadi dinding pada bagian belakang dari rongga panggul.

Gambar 2.2 Lumbosacral
2.2 Fisiologi   
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang belakang.
Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).




2.3 Patologi
 2.3.1 Spondiloartrosis
Spondylarthrosis adalah penyakit distrofi-degeneratif yang mempengaruhi sendi (antara tulang belakang).Hal ini dapat dikaitkan dengan perkembangan osteoarthritis, seperti pada penyakit ini berkurang kesenjangan antara tulang dan mobilitas normal mereka dapat menyebabkan proses subluksasi sendi.Ketika tunas terluka, ada risiko tinggi mengembangkan spondyloarthrosis yang menarik ruang interarticular penyempitan, menutup tepi sendi dan pertumbuhan berlebih tulang.Ini mempromosikan deformasi.Pada saat yang sama seseorang mengalami nyeri konstan dalampungungnya.
Suatu kelainan degenaratif pada sendi sendi tulang belakang, biasanya menyerang orang dewasa usia pertengahan ke atas.
1.      Etiologi
a.       Perubahan degenerative
Seiring bertambahnya usia, tubuh akan me-ngalami penurunan baik dalam hal gerak maupun fungsinya
b.      Trauma
Baik trauma secara langsung maupun tidak langsung. Kebanyakan pasien spondy-loarthrosis lumbal mengaku memiliki riwayat jatuh. Umumnya tidak langsung merasakan tanda dan gejala, tetapi beberapa waktu kemudian baru dirasakan.
c.       Kelainan postur
Postur juga dapat diartikan sebagai posisi atau sikap tubuh, pengaturan bagian tubuh yang relatif untuk aktivitas tertentu, atau me-rupakan suatu karakteristik tubuh seseorang.
d.      Stress akibat aktivitas dan pekerjaan
Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu
e.       Faktor ginetik
Peran herediter Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus
f.       Adaptasi fungsional
Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra.
2.      Epidemiologi
a.       Jumlah pasien diatas usia 40 tahun yang datang dengan keluhan low back pain ternyata jumlahnya cukup banyak
b.      Di Amerika Serikat lebih dari 80% penduduk pernah mengeluh low back pain dan di negara kita sendiri diperkirakan jumlahnya lebih banyak lagi
c.       Diperkirakan 80% dari semua orang masyarakat modern selama kehidupan aktifitasnya dan me-rasakan nyeri pinggang
3.      Gejala klinis
Yang sering pada L4,5 atau L5-S1
     -Nyeri pinggang, akan bertambah jika ada gerakan
     -Kaku
     -Gerakan terbatas
     -Spasme otot
     -Hilangnya kurvatura lumbal
     -Fleksi terbatas
Kompresi akar syaraf
     -Nyeri yang menjalar
     -Parastesia
     -Rasa kebal
     -Reflek berkurang atau hilang
     -Kelemahan otot
     -Kemunduran sensorik
4.      Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
Annulus fibrosus  menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi. Nucleus pulposus kehilangan cairan. Tinggi diskus berkurang. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala. Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture.
Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.

Gambar 2.3.1 gambaran spondiloartrosis pada VLS
2.3.2        Kompresi
     Fraktur kompresi terdiri dari kata fraktur dan kompresi. Fraktur artinya keadaan patah atau diskontinuitas dari jaringan tulang, sedangkan kompresi artinya tekanan atau tindihan, jadi fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu tekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut (Ahmad Ramali, 1987) Fraktur kompresi adalah suatu keretakan pada tulang yang disebabkan oleh tekanan, tindakan menekan yang terjadi bersamaan. Fraktur kompresi pada vertebral umumnya terjadi akibat osteoporosis. Fraktur kompresi vertebra adalah suatu fraktur yang merobohkan ruas tulang belakang akibat tekanan dari tulang, mendorong ke arah robohan ruas-ruas tulang belakang yang kebanyakan seperti sebuah spons/bunga karang yang roboh di bawah tekanan tangan seseorang. Biasanya terjadi tanpa rasa sakit dan menyebabkan seseorang menjadi lebih pendek.
Fraktur kompresi vertebra sering dihubungkan dengan osteoporosis.
1.      Etiologi
Penyebab cedera medula spinalis dibedakan menjadi dua yaitu akibat trauma dan
non trauma. Delapan puluh persen cedera medula spinalis disebabkan oleh trauma
(contoh : jatuh, kecelakaan lalu lintas, tekanan yang terlalu berat pada punggung)
dan sisanya merupakan akibat dari patologi atraumatis seperti carcinoma, mielitis,
iskemia, dan multipel sklerosis (Garrison, 1995).

2.      Patofisiologi
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulang belakang adalah penyebab cedera pada medula spinalis secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi dibawah segmen cervical dan medula spinalis tersebut mengalami kerusakan sehingga akan berakibat terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang dsarafi dengan manifestasi kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang terganggu.
3.      Tanda dan Gejala
a. Gangguan motorik
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan sel-sel saraf pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flaccid paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medula spinalis yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal shock ini ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Apabila lesi terjadi di mid thorakal maka gangguan refleknya lebih sedikit tetapi apabila terjadi di lumbal beberapa otot-otot anggota gerak bawah akan mengalami flacid paralisis (Bromley, 1991). Masa spinal shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6 minggu kemudian akan berangsur – angsur pulih dan menjadi spastik. Cedera pada medulla spinalis pada level atas bisa pula flacid karena disertai kerusakan vaskuler yang dapat menyebabkan matinya sel – sel saraf
b. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan.(Crosbie,1993). Selain itu kulit dibawah level kerusakan akan mengalami anaesthes, karena terputusnya serabut- serabut saraf sensoris.
c. Gangguan bladder dan bowel
Efek gangguan fungsi bladder tergantung pada level cedera medula spinalis, derajat kerusakan medula spinalis, dan waktu setelah terjadinya injury. Paralisis bladder terjadi pada hari-hari pertama setelah injury selama periode spinal shock. Seluruh reflek bladder dan aktivitas otot-ototnya hilang. Pasien akan mengalami gangguan retensi diikuti dengan pasif incontinensia. Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid dan rectum serta relaksasii otot spincter internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh gangglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan
sigmoid dan rectum. Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong kebawah sampai tiba di rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rectum kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi tak terkontrol oleh keinginan (Sidharta, 1999).
 
Gambar 2.3.2 compresi pada lumbosacral


2.4      Teknik Pemeriksaan Lumbosacral
2.4.1        Lumbosacral proyeksi AP
Posisi Pasien : Pasien diposisikan supine
 Posisi Objek :    1. Atur LS pada posisi true AP
                           2. Atur LS pada pertengahan kaset
                           3. Pastikan nantinya tidak ada gambambaran yang terpotong
    Central point (CP) : pertengahan antara crista iliaca
    Central Ray (CR)   : vertical tegak lurus kaset
     FFD                       : 100 cm
    Kaset                     : 30x40cm dibagi dua

       Gambar 2.4 proyeksi AP
Kriteria Radiograf   : 1.T12-sacrum tampak
                                   2. normalnya vertebra tampak simetris
                                   3. space vertebra tampak
                                   - prosesus spinosus tidak mengalami rotasi
Gambar 2.4 hasil gambaran vls Ap
2.4.2 Lumbosacral proyeksi Lateral
Posisi Pasien : Pasien diposisikan recumben
     Posisi Objek : 1. Atur LS pada posisi true Lateral
                            2. Ganjan pinggang pasien menggunakan soft bag
                            3. Atur LS pada pertengahan kaset
4. Pastikan nantinya tidak ada gambambaran yang terpotong
    Central point (CP) : 3-4cm diatas crista iliaca
Central Ray (CR)   : vertikal tegak lurus kaset (jika pinggang pasien diganjal soft bag) vertkal dengan disudutkan 5-8 derajat caudad (jika tidak diganjal)
     FFD                       : 100 cm
    Kaset                     : 30x40cm dibagi dua
Gambar 2.4 proyeksi Lateral
Kriteria Radiograf   : 1. T12-sacrum tampak
                                   2. crista iliaca saling super posisi
                                   3. space vertebra tampak
                                   4.  prosesus spinosus tampak bebas
Gambar 2.4 hasil gambaran VLS Lateral

2. 5 Perlengkapan Pemeriksaan
2.4.1 Pesawat Rontgen
Pesawat rontgen adalah alat / pesawat medik yang bekerjanya dapat menghasilkan radiasi sinar X, baik untuk keperluan fluoroskopi maupun radiografi. Output yang dihasilkan dari pesawat ini adalah berkas sinar
DR (Digital Radiografi)
Digital radiografi adalah sebuah bentuk pencitraan sinar_X, dimana sensor-sensor sinar-X digital digunakan menggatikan film fotografi konvensional. Dan processing kimiawi digantikan dengan sistem komputer yang terhubung dengan monitor atau laser printer.
Gambar 2.3.1 pesawat rontgen
2.3.2 Kaset DR
Kaset adalah suatu alat yang di gunakan untuk menempatkan yang akan ataupun sudah diekspose, yang berfungsi untuk melindungi film dari pengaruh cahaya Untuk menjaga agar film tetap dalam keadaan rapat Screen. Untuk melindungi intensifying screen dari pengaruh tekanan mekanik.
Gambar 2.3.2 kaset
2.3.3 Film
Film radiografi adalah film yang digunakan sebagai tempat terciptanya gambar radiograf dalam ilmu radiologi.
Ukuran ukuran flm
-(8x10)
-(10x12)
-(14X17)
-(11x14)
-(14x14)

Gambar 2.3.3 film 35x35
2.2.4 Marker
Marker adalah alat yang terbuat dari timbal yang di gunakan sebagai penanda objek (biasanya Marker itu R atau L maksud nya yaitu R untuk penanda bagian objek sebelah kanan dan L untuk penanda bagian objek sebelah kiri )













BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1       HASIL PENELITIAN
3.1.1    IDENTITAS PASIEN
            No RM                        :11 11 28
Nama                           : Ny.X
No Ro                          :827
Alamat                         :Menggala
Umur/ Jenis Kelamin   : 53  tahun /Perempuan  
Jenis pemeriksaan        : Lumbosacral
Indikasi                       : Nyeri pada punggung belakang
Tanggal Pemeriksaan  : 17 maret 2017

3.1.2 Peralatan yang di gunakan
1.      Pesawat Rontgen
-          Merek              : Siemens mobilett Mira
-          Jenis                 :Mobile x-ray syistem
-          Produksi          :Jerman
2.      Flm DR
-          Merek              : Agfa
-          Ukuran            :10x12 cm
-          Jumlah pakai    : 1
3.      Kaset
-          Merek              : Siemens
4.      Alat prosessing
-          DR (Digital Radiologi)
5.          Marker
-          Tetbuat dari     : Timbal
-          Bentuk             : L

3.1.3         Prosedur Penghidupan Alat
1.      Hidupkan control panel terlebih dahulu dengan menekan tombol on pada meja control
2.      Panaskan pesawat rontgen terlebih dahulu
3.      Tentukan kV yang akan digunakan
4.      Arahkan tabung terhadap garis tengah meja pemeriksaan
5.      Siapkan kaset 30X40 cm
6.      Atur posisi pasien
7.      Atur jarak penyinran dan luas lapangan penyinaran
8.      Tekan tombol eksposi
Ambil kaset kemudian cetak flem menggunakan printer.
3.1.4  Teknik Pemeriksaan
1. Lumbosacral Proyeksi AP
a.       Posisi pasien : Atur posisi pasien supine diatas meja pemeriksaan.
b.      Posisi objek  :
1.      Atur MSP tubuh berada pada pertengahan film.
2.      Elbow difleksikan dan tempatkan kedua tangan di atas dada.
3.      Pastikan tidak ada rotasi pada pelvis dan kedua lutut di luruskan.
4.      Batas atas prosesus xypoideus
5.      Batas bawah simpisis pubis
6.      Atur batas kanan kiri agar lumbosacral tadak terpotong
c.       Central ray       : Tegak lurus vertical
d.      Central point    : Diantara lumbal ke 3 atau setinggi dengan crista illiaca
e.       Film focus distance : berjarak 100 cm
f.       Faktor eksposi  : KV = 75  MAS=16
g.      Kaset
h.      Kolimasi
i.        Kriteria gambar :
1.      Tampak vertebrae lumbal
2.      Spece intervertebralis
3.      Prosesus spinosus dalam satu garis pada vertebrae
4.      Prosesus tranversus kanan dan kiri beranjak sama.
5.      Tampak marker R
Gambar 3.1.4 proyeksi AP lumbosacral
2. Lumbosacral Proyeksi Lateral
a.       Posisi Pasien :
Pasien prone di atas meja pemeriksaan, kepala diatas bantal,knee pleksin dan ankle di beri ganjal.
b.      Posisi objek :
1.      Pasien tidur miring membentuk sudut 90 drajat.
2.      Knee join fleksi
3.      MCP tubuh segaris dengan mid line meja
4.      Kedua siku fleksi dan di letakan dibawah kepala
5.      Batas atas simpisis xypoideus
6.      Batas bawah simpisis pubis
7.      Atur batas kanan kiri agar lumbosacral tidak terpotong.
c.       Center ray   : Tegak lurus kaset
d.      Center poin : Setinggi lumbal ke 3
e.       FFD             : 100 cm
f.       FE                : KV=80 MAS=18
g.      Kaset DR
h.      Kolimasi
i.        Kreteria gambar :
1.      Tampak foramen intervertebralis 1-4
2.      Corpus vertebralis
3.      Spece intervertebralis
4.      Prosesus spinosus dan lumbal ke 5
5.      Tampak sacrum
Gambar 3.1.4 proyeksi lateral lumbosacral





3.1.5 .  Hasil gambaran lumbosacral dengan klinis spondiloarthrosis dan  kompresi l1 dan l2
3.1.6        Expertise Dokter
Setelah melakukan pemeriksaan lumbosacral AP/Lateral  penulis mendapatkan hasi expertise dari dokter spesialis radiografi di RSUD Menggala Lampung sebagai berikut :
1.      Kompresi L1 dan L2
2.      Spondiloarthrosis lumbalis
3.      Suspek HNP L1-2, L2-3, L3-4, L4-5 dan L5-S1




3.2     Pembahasan
  Pada tanggal 17 maret 2017  ada seorang Ny.X datang ke instalasi Radiologi RSUD Menggala Lampung dengan di antar oleh perawat UGD dengah mebawa pengantar rontgen. Pengantar tersebut terdapat permintaan rontgen lumbosacral Ap dan Lateral dengan klinis nyeri pada pinggang. Setelah itu di lakukan pemeriksaan radiografi lumbosacral dengan proyeksi Ap dan lateral . setelah di lakukan pemeriksaan radiografi tersebut kita dapat mengetahui tehnik pemeriksaan serta mengetahui hasil gambaran yang jelas.











BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.      Pada piƱata laksana pemerisaan vertebrae lumbosacral di Instalasi Radiologi RSUD Menggala Lampung, dapat di ketahui hasil pemeriksaan pada rontgen vertebrae lumbosacral terdapat gambaran yang menujukan adanya spondiloartrosis dan compresi pada L! dan L2.
2.      Teknik pemeriksaan lumbosacral adalah pemeriksaan sercara radiologi dengan menggunakan sinar-X untuk mendiaknosa adanya kelainan pada tulang belakang dengan menggunakan 2 proksi yaitu  AP dan Lateral, proyeksi ini sudah cukup untuk menegakan diagnose pada pemeriksaan tersebut.
3.      Dengan pemeriksaan llumbasacral sangat baik untuk melihat secara lengkap dan jelas dan jelas vertebrae lumbal dan sacrum, sehingga memudahkan dokter untuk membaca foto dan membuar hasil ekspertise.



4.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan penulis laporkan studi kasus ini adalah :
1.      Perlunya menjelaskan tentang persiapan pemeriksaan pada pasien agar penderita paham maksud dan tujuan dari pemeriksaan yang akan dilakukan.
2.      Dalam melakukan pemeriksaan lumbosacral ini radiographer diharapkan menguasai tentang teknik pemeriksaan yang digunakan agar mendapat hasil gambaran yang optimal serta mengurangi resiko pengulangan foto.
3.      Dalam melakukan pemeriksaan ini radiographer sebaiknya lebih memperhatikan proteksi radiasi agar mengurangi radiasi yang diterima pasien, petugas dan masyarakat umum.

 






DAFRTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?q=proyeksi+ap+lateral+lumbosacral&client=firefox-b&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahU
http://gudangmedis.blogspot.co.id/2015/01/teknik-radiografi-ls-lumbosakral.html
Sobotta_Atlas_Anatotomi_Manusia_Jilid_1_F.Paulsen & J.Waschke











LAMPIRAN
GAMBARAN SURAT PENGANTAR




HASIL GAMBARAN RONTGEN AP/LATERAL




GAMBARAN EXPERTISE DOKTER
GAMBARAN PASIEN PROYEKSI AP
GAMBARAN PASIEN PROYEKSI LATERAL










 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar