BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Di
Indonesia banyaknya pasangan infertilitas dapat diperhitungkan dari banyaknya
wanita yang pernah menikah dan tidak mempunyai anak yang masih hidup, menurut
sessus penduduk terdapat 12% baik di desa maupun kota atau kira-kira 3 juta
pasangan infertilitas di Indonesia. Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil
menolong 50% pasangan infertilitas memperoleh anak yang diinginkan. Itu berarti
separuhnya lagi menempuh hidup tampa anak. Berkat kemajuan teknologi
kedokteran, beberapa pasangan telah dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan
(bayi tabung) atau membesarkan janin dari wanita lain. Masih banyak pasangan
yang harus menahan perasaan karena tidak merasa disapa, mereka berobat dari
satu dokter kedokter lain karena kurangnya bimbingan dan penyuluhan tentang
cara-cara pengolahan pasangan infertilitas. (Sarwono,2005,
496)
Salah satu indikasi
dari pemeriksaan histerosalpingografi ( HSG ) adalah infertilitas baik
infertilitas primer maupun infertilitas sekunder. Infertilitas adalah suatu
kondisi atau bisa juga penyakit pada sistem reproduksi yang menyebabkan
pasangan yang berhubungan intim dengan teratur, tanpa alat kontrasepsi, tidak
dapat menghasilkan keturunan dalam waktu satu tahun. Atau bisa pula keadaan
pada wanita yang mengalami keguguran berulang kali. (Sarwono,2005)
Infrttility merupaka masalah dalam bidang reproduksi,
disamping menjadi masalah bagi pasangan suami istri yang infertilitas, juga
dalam hal trutama menegakan diagnosa penyebab infertilitas. Penekanan penatalaksanaan
pasangan infertil adalah pasangan suami istri harus dipandang satu kesatuan
biologis, kekurangan salah satu dari mereka akan dapat diatasi oleh yang lainya
sehingga kehamilan dapat berlangsung, pemeriksaan terhadap penyebabnya harus
diketahui. Pasangan infertil sebaiknya dapat mengikuti pemeriksaan yang telah
dijadwalkan, pemeriksaan terhadap suami meliputi pemeriksaan fisik umum, fisik
khusus dan pemeriksaan anailis sperma. Kelainan kelainan bawaan dari traktus
genetalia wanita seingkali juga menimbulkan letak abnormal dalam kandungan,
adapun kelainan nya adalah vulvaganitis, infertilitas, kangker serviks,
endometrios, hyperplasia endrometrium, polip serviks, leiomioma, karsinima
ovarium karsinoma tuba fallopi, hidrosalfing. (Irianto,2004)
Histerosalfingografi
(HSG), juga dapat disebut sebagai uterosalfingigrafi adalah pemeriksaan
radiologi yang digunakan untuk membantu mendiaknosa tumor, masa, atau kelainan
bawaan, intrauterus atau dimana tuba fallopi
mungkin tersumbat. Sebuah HSG menggunakan bentuk khusus dari sinar, yang disebutfluroskopi
dan bahan kontras. meskipun pemeriksaaan ini akurat untuk mengakses uterusdan
tuba akan tetapi memiliki sensitifitas yang rendah dalam mendiagnosis adhesi
pelvis sehingga tidak dapat menggantikan pemeriksaan fluroskopi. Waktu yang
optimum untuk melakukan pemeriksaan HSG adalah pada hari ke 9 sampai hari ke 10
sesudah haid dimulai, pada saat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput
ender uterus sifatnya tenang. (Rasad
Sjahriar,2005)
Hasil prasurvey penulis dalam pemeriksaan histerosalfingografi
(HSG) dengan hasil selama bulan oktober sampai dengan bulan desember 2017
pemeriksaan HSG dengan kasus infertilitas sebanya 23 kali pemeriksaan namun
penulis menemukan suatu kasus pada
klinis hidrosalfing. Pasien dengan klinis hidrosalfing jarang ditemui.
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan pemeriksaan
histerosalfingografi (HSG) untuk mengetahui adanya infertilitas dan untuk mengkaji lebih jauh tentang pemeriksaan
hysterosalpingografi ( HSG ) pada kasus infertilitas, maka penulis
mengangkatnya pada kontrak belajar dengan judul” TINJAUAN PEMERIKSAAN HISTEROSALPINGOGRAFI (HSG)
DENGAN INDIKASI INFERTILITAS DI INSTALASI RUMAH SAKIT MITRA HUSADA PRINGSEWU "
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
“Bagaimanakah teknik
pemeriksaan HSG (histerosalfingografi)
dengan indikasi infertilitas di
instalasi radiologi Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu?”
1.3 Batasan Masalah
Dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini, penulis hanya membatasi
permasalahan pada teknik pemeriksaan hsg dengan
indikasi infertilitas menggunakan Media Kontras.
1.4
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya Tulis Ilmiah ini adalah :
1.4.1
Tujuan Umum
Mengetahui prosedur teknik pemeriksaan
hsg (histerosalfingografi) dengan indikasi infertilitas di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mitra Husada Prinsewu
1.4.2
Tujuan Khusus
1.
Mengetahui
persiapan pemeriksaan HSG (histerosalfingografi) di Rumah Sakit Mitra Husada
Pringsewu
2.
Mengetahui
Teknik
pemeriksaan HSG (histerosalfingografi) dengan indikasi infertilitas di
Instalasi Radiologi Rumah
sakit Mitra Husada Prinsewu
3. Mengetahui hasil gambaran. HSG
(histerosalfingografi) dengan indikasi infertilitas di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mitra Husada
Prinsewu
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
adalah:
1.5.1 Bagi
Instalasi Radiologi di RS Mitra Husada
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat
memberikan masukan dan saran serta dapat menambah wawasan yang berguna bagi
radiografer di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mitra Husada pringsewu, khususnya mengenai HSG dengan indikasi infertilitas
1.5.2 Bagi
Institusi ATRO Patriot Bangsa Lampung
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber referensi dan tambahan ilmu bagi mahasiswa ATRO Patriot Bangsa Lampung.
1.5.3 Bagi
Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai Teknik pemeriksaan
radiografi HSG dengan indikasi infertilitas di Instalasi Radiologi Rs Mitra Husada Prinsewu.
1.6 Sistematika
Penulisan
Sistematika
penulisan ini terdiri dari lima Bab. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tersusun
dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi
tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Berisi
tentang Landasan Teori menjelaskan tentang (Anatomi Fisiologi pelvis, Patologi, Histero Salpingo Grafi (HSG),
Anatomi, Prosedur Pemeriksaan HSG
dengan indikasi infertility, Proteksi Radiasi, Kerangka Konsep dan Definisi
Operasional.
BAB III METODOLOGI
PENELITIAN
Berisi
tentang Desain / Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian, Sumber Data, Sampel
Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Instrumen yang digunakan dalam Pengumpulan
Data dan Analisa Data.
BAB IV HASIL
DAN PEMBAHASAN
Berisi
tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Anatomi Fisiologi Organ Reproduksi
Organ pelvis terletak di bawah, berhunungan dengan
rongga abdomen di bentuk oleh os iski dan os pubis pada sisi samping dan depan.
Os sacrum dan os coksigis membentuk batas belakang dan pinggiran pelvis di
bentuk oleh promontorium sacrum di belakang iliopektinal sebelah sisi samping
dan depan dari tulang sacrum . (Syaifuddin,2006:250)
Pintu keluar pelvis (pintu bawah) dibatasi oleh os
coksigis dibelakang simpisis pubis, di depan lengkung os pubis, didepan
lengkung os pubis, os iksi, serta ligamentum yang berjalan dari os iksi dan os
sacrum disetiap sisi, pintu keluar ini membentuk dasar pelvis. Dasar pelvis
dibentuk oleh dua berkas otot.
(Syaifuddin,2006:250)
2.1.1
Sistem reproduksi
wanita
Alat
reproduksi wanita terdiri dari genetalia eksterna dan genetalia interna
interna. (Tawoto,2009:243)
1.
Genetalia
eksterna
Genetalia eksterna wanita meliputi,
mons pubis, labiya mayora, labiya minore, klitoris, vestibulum, introitus, atau
orificium, vagina dan verineum. (Tarwoto,2009,240)
a. Vulva
atau pudendum
Merupakan area
genetalia eksterna wanita yang membentang dari mons pubis sampai tepi
perineum.
b.
Mons pubis atau mons veneris
Merupakan jaringan lemak subkutan
dari jaringan konektif yang melapisi simpisis pubis
c. Labiya
mayora
Merupakan dua lipatan
kulit melengkung yang menutipi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis dan berhubunga
dengan perineum pada bagian bawah.
d. Labiya
minora
Merupakan lipatan
jaringn tipis dibawah labiya mayora, tidak mempunyai folikel rambut, membentang
dari bawah klitoris sampai dengan fourchette.
e. Klitoris
Klitoris homolog
terletak pada superior vulva, tepat dibawah arkus pubis.
f. Vestibulum
Merupakan area tertutup
oleh labiya minora, terletak diantar klitoris, labiya minora dan fourchette,
dalam vestibulum terdapat muara muara dari :
1) Liang
senggama (introitus vagina)
2) Uretra
3) Kelenjar
bartolin
4) Kelenjar
skene kiri dan kanan
g. Introitus
atau orificium vagina
Merupakan daerah
dibawah versibulum, pada daerah disekitar introitus vagina terdapat lipatan tipis yang tertutup
mukosa, bersipat elestis yang disebut hymen atau selaput dara.
h. Perineum
Merupakan dareah
muscular yang ditutupi kulit, terletak antara introitus vagina dan anus.

Gambar
2.1 gambaran genitalia eksterna wanita
(syaifuddin,2006,251)
2.
Genetalia
interna
Genetalia interna wanita terdiri
atas vegina, uterus, tuba falopi, da ovarium. (Tarwoto,2009:244)
a. Vagina
Merupakan sauran mucular elastis
mulai dari vestibulum, sampai dengan serviks, terletak antara kantung kemih,
uretra dan rectum.
b. Uterus
Uterus merupakan organ muscular
berentuk kantong sepwrti buah pear yang terletak di rongga pelvis antara
kantung kemih dengan rektrum. Posisi uterus normarlnya antrflesi (menekuk dan
maju kedepan) panjangnya sekitar 7,5 cm dengan berat kira kira 60 gram.
c. Tuba
uterina
Disebut juga tuba fallopi atau
oviduk, merupakan saluran tempat ovum (sel telur) berjalan menuju uterus. Di
tempat ini terjadi fertilisasi atau pembuahan antara sel telur dengan sperma.
Tuba fallopi di bagi
menjadi menjadi empat bagian yaitu infundibulum, ampula, isthumus dan
interstitialis.
1) Pars
interstisialis, yaitu bagian yang menempel pada dinding uterus
2) Pars
ismika, merupakan bagian medial yang menyempit seluruhnya
3) Pars
ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak lebar
4) Infundibulum,
bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria.
d. Ovarium
Ovarium merupakan
kelenjar yang berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus dibawah tuba
uterina dan terikat disebelah belakang ligamentum latum uterus.
Fungsi dari ovarium antara lain : (syaifuddin,2006,253)
1) Memproduksi
ovum
2) Memproduksi
hormon estrogen
3) Memproduksi
progesterone.

Gambar 2.2 gmbaran
genitalia interna wanita
(syaifuddin,2006,251)
2.2
Patologi
Pemeriksaan histerosalfingografi
(HSG)kini telah merupakan pemeriksaan rutin di tiap rumah sakit yang mempunyai
peralatan rontgen yang cukup besar. Di negri kita pemeriksan ini dilakukan
sendiri oleh ahli radiografi dengan atau bantuan fluoroscopy. (Rasad,sjahlrial,2005,321)
Waktu yang opimum untuk
melakukan HSG ialah pada hari ke 9-10 setelah haid berhenti. Pada saat itu
biasanya haid sudah berhenti dan selaput
lendir uterus sifatnya tenang. Bilamana masih adanya pendarahan, dengan sendirinya
HSG tidak boleh dilakukan karena ada kemungkinan masuknya kontras ke dalam
pembulu darah balik. (Rasad,sjahlrial,2005,321)
2.2.1
Indikasi
HSG
Salah satu indikasi
pemeriksaan HSG adalah ketidak suburan (infertilitas). Fertilitas adalah
kemampuan seorang istri menjadi hamil dan suami bisa menghamili. Infertilitas
(pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu
tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi,
tetapi belum memiliki anak. (Sarwono,
2000).
Menurut Manuba tahun 1998 Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin
dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil.
Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas
sekunder bila istri pernah hamil. (Siswandi,
2006).
Indikasi
pemeriksaan dari dari suatu pemeriksaan HSG adala antara lain sebagai berikut: (Siswandi, 2006).
1. Sterilisasi
primer dan skunder
2. Infertilitas
primer dan skunder
3. Menentukan
lokasi IUD,apakah intrauterine atau tidak ( translokasi IUD).
4.
Pendarahan pervagina minimal, akibat mioma,
polip adenomatous uteri.
5.
Kelainan bawaan uterus, misalnya unicornis,
bicornis, uterus septus, dll.
6.
Tumor cavum uteri.
7.
Hidrosalping, yaitu salah satu bentuk peradangan
kronik pada salping dan sering merupakan hasil akhir dari pyosalping dengan
resorbsi eksudat purulan diganti dengan cairan jernih.
8.
Tuba non paten yaitu tuba yang oklusi sehingga
sprema tidak bisa mencapai ampula untuk membuahi ovum.
9. Selain
itu HSG memberikan gambaran tentang kelainan-kelainan uterus dan kanalis
servisis. Dengan demikian kelainan-kelainan bawaan uterus dapat diketahui.
Kadang-kadang HSG juga dikerjakan sesudah operasi tuba untuk sterilitas guna
menentukan berhasilnya tindakan operatif 3
10. Pemeriksaan
HSG sekarang juga dilakukan untuk menentukan apakah IUD (intra-uterine device)
masih ada dalam kavum uteri. Untuk indikasi ini, sebaiknya dibuat dahulu foto
polos abdomen untuk melihat apakah IUD masih didalam abdomen. Jika tidak nampak
lagi, IUD yang sengaja dibuat opak, maka HSG tidak perlu dilakukan. Jika IUD
berada jauh dari lokasi uterus, misalnya di abdomen bagian atas, maka dengan
sendirinya HSG tidak perlu dikerjakan lagi .
11.
Selain itu terbukti bahwa HSG juga mempunyai
efek terapeutik, bahwasannya kehamilan sering terjadi segera sesudah
pemeriksaan HSG dilakukan. Kemungkinan besar kontras membuka secara mekanis
obstruksi-obstruksi yang disebabkan oleh sekret, melepaskan adesi yang ada
dalam tuba, meluruskan bengkokan tuba dan menimbulkan peristaltik yang lebih
aktif karena masuknya bahan kontras. Kalau memang demikian, maka pemakaian
kontras yang dicampur dalam minyak seperti lipiodol ultrafluid dapat
menyebabkan kehamilan lebih banyak dibandingkan dengan pemakaian kontras yang
cair
12.
HSG juga diindikasikan jika ada perdarahan per vaginam
sedikit, misalnya disebabkan oleh mioma uteri, polip endometrium, adenomatorus,
dan lain-lain. HSG juga dapat dilihat jika ada kelainan bawaan uterus atau
adhesi dalam kanalis servisis dan kavum uteri yang dapat menyebabkan abortus.
HSG kadang-kadang dilakukan sesudah section caesaria untuk melihat
parut-parut pada cerviks dan uterus.
13.
Tumor maligna kavum uteri kadang-kadang juga
perlu diperiksa dengan HSG untuk melihat lokasi, ekstensi, dan bentuk tumor.
Tumor maligna seperti koriokarsinoma memperlihatkan bentuk yang khas pada HSG
14.
Sekarang HSG juga perlu dilakukan pada
kasus-kasus inseminasi buatan. Sebelum melakukan inseminasi, sebaiknya
dilakukan HSG untuk melihan kelainan pada traktus genitalis
15.
Abortus berulang: menggambarkan apakah ada
kelainan bawaan pada kavum uteri. Memonitor pasca operasi tuba, seperti pada
prosedur sterisilasi.
16. sterilitas
primer maupun sekunder, untuk melihat potensi tuba. Pada tuba yang paten akan
terjadi pelimpahan kontras dari tuba ke dalam rongga peritoneum. Hal ini memberikan
gambaran yang khas karena bahan kontras akan tersebar diantara
lingkaran-lingkaran usus dalam perut.
2.2.2
Kontra
indiksi
Pada umumnya penentuan indikasi
pemeriksaan HSG dibuat oleh para ahli obstetriginekologi. Proses proses
inflamasi yang akut pada abdomen merupakan kontra indikasi pada hamil muda,
pemeriksaan ini tidak boleh dikerjakan karena ada bahayanya terjadinya abortus.
Radiasi perhadap fetus tinggi sekali, pada umumnya pada hamil muda tidak boleh
dilakukan pemeriksaan rontgen karena sel
sel fetus masih dalam stadium pembagian yang aktif . (Rasad,sjahlrial,2005:323)
Kontra indikasi pada pemeriksaan HSG
adalah antara lain : (Rasad,sjahlrial,2005:323)
1. Pendarahan
pervagina yang berat
2. Inferksi
organ bagian genital baik bagian luar maupun bagian dalam
3. Menstuasi
4. Hamil
5. Infeksi
pelvis yang aktif dapat menyebakan infeksi
6. Penyakit
ginjal atau jantung yang berat
7. Hipersensitifvitas
pada zat kontras
8. Pasien
yang baru di kuretase
9. kehamilan
10. Seminggu
sebelum menstruasi berikutnya dan belum lebih seminggu setelah menstruasi
11. Proses-proses
inflamasi yang akut pada abdomen merupakan kontra indikasi. Pada hamil muda,
pemeriksaan ini tidak boleh dikerjakan, karena bahaya terjadinya abortus. Lagi
pula radiasi terhadap fetus tinggi sekali.
12. Pada
umumnya pada hamil muda tak boleh dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen,
karena sel-sel fetus masih dalam stadium pembagian yang aktif. Kontra indikasi
lain adalah perdarahan pervaginam yang berat.
13. Pemeriksaan
tertentu harus ditunda sampai perdarahan berhenti. Jika ada perdarahan, maka
bahan kontras bias masuk kedalam vena uterina dan vena ovarii, masuk kedalam
vena kava inferior, jantung sebelah kanan, kemudian masuk kedalam paru-paru.
14. Tuberkulosis
aparat genital tidak merupakan kontra indikasi yang absolut, malahan
kadang-kadang penyakit ini ditemukan pada pemeriksaan HSG.
15. HSG
juga tidak boleh dilakukan segera setelah dikerjakan kuretase atau dilatasi
kanalis servikalis, karena ada kemungkinan masuknya kontras kedalam vena-vena
sekitar uterus.
16. Penyakit
ginjal dan jantung yang sudah lanjut juga merupakan kontra indikasi untuk
dilakukan HSG.
17. Pemeriksaan
HSG juga tidak dilakukan segera setelah dan sebelum menstruasi karena pada saai
ini, endotel menebal dan dapat terjadi intravasasi kontras, sehingga
interpretasi foto akan lebih sulit.
2.2.3
Komplikasi
Pemeriksaan HSG
Pada umumnya pemeriksaan HSG hanya ringan saja.
Keluhan utama ialah rasa nyeri pada waktu pemeriksaan dilakukan. Rasa nyeri ini
akan hilang sendiri dalam beberapa jam. Kadang-kadang timbul keadaan
pra-renjatan (pre-shock) karena pasien sensitif terhadap zat kontras.
Tensimeter dan obat-obat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia. Keadaan
ini biasanya dapat ditanggulangi dengan mudah pada pemeriksaan HSG. (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
Resiko radiasi
pada pemeriksaan HSG tidak bisa kita hiraukan begitu saja, namun keakuratan
diagnosis juga sangat dibutuhkan, sehingga resiko radiasi tidak menjadi
penghalang bagi kita utuk melakukan pemeriksaan HSG . (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
Pada
proses inflamasi, infeksi pelvis, penyakit menular seksual yang tidak diobati,
yang tidak dideteksi oleh dokter, dapat menjadi lebih parah akibat pemeriksaan
ini. (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
2.3
Prosedur
Pemeriksaan HSG
2.3.1
Waktu
Pemeriksaan
HSG
dilakukan dengan menyemprotkan cairan yang mengandung zat kontras ke dalam
rongga rahim melalui vagina. Kemudian dilakukan foto rontgen hingga akan
terlihat apakah zat kontras tersebut masuk ke dalam saluran telur atau tidak.
Bila masuk, berarti bebas dari perlekatan atau penyumbatan yang dalam istilah
medis disebut paten. Sebaliknya bila zat kontras tidak dapat memasuki saluran
telur nonpaten. Hanya saja pemeriksaan khusus ini tidak dapat dilakukan
sembarang waktu. (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
Waktu
pemeriksaan yang te pat adalah hari
ke-9, ke-10 atau ke-11 dalam siklus haid (dihitung sejak hari pertama mendapat
haid). Umumnya saat memasuki hari ke-9, haid telah selesai dan belum terjadi
ovulasi (dilepaskannya sel telur dari indung telur). Sebaiknya HSG dilakukan seminggu
setelah menstruasi, sebelum ovulasi untuk meyakinkan bahwa pasien tidak sedang
hamil pada saat pemeriksaan. HSG tidak boleh dilakukan bila ada tanda-tanda
inflamasi. Diperhatikan apakah ada infeksi pelvis kronis dan penyakit menular
seksual pada saan pemeriksaan. Malam sebelum pemeriksaan, pasien diberi
laksatif untuk mengosongkan saluran cerna, sehingga uterus dan struktur
disekitarnya terlihat dengan jelas. Beberapa saat sebelum pemeriksaan dapat
diberikan sedatif ringan untuk mengurangi ketidaknyamanan, Antibiotik juga
dapat diberikan sebelum dan sesudah pemerksaan. Harus dilakukan tes alergi
terhadap zat kontras, juga dijelaskan akan rasa sakit yang akan dialami pasien. (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
Mengapa
harus dilakukan setelah haid selesai? Ini dimaksudkan agar cairan kontras tadi
tidak ikut masuk ke pembuluh darah yang saat menstruasi dalam keadaan terbuka.
Kalau sampai ikut masuk dikhawatirkan akan menyebabkan penyumbatan di pembuluh
darah. Pemilihan hari-hari yang diasumsikan belum terjadi ovulasi sebagai hari
pemeriksaan pun bertujuan agar tidak mengganggu sel telur yang akan dilepaskan
oleh indung telur. Memasukkan cairan yang mengandung zat kontras ke dalam
saluran telur dikhawatirkan dapat memengaruhi kualitas sel telur. (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
Secara
teknis, pelaksanaan HSG biasanya menimbulkan rasa nyeri dan tak nyaman karena
cairan yang mengandung zat kontras tadi disemprotkan melalui vagina. Akan
tetapi bila yang bersangkutan merasa takut, dapat dilakukan pembiusan lokal
guna mengurangi rasa nyeri. (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
2.3.2
Persiapan
Pemeriksaan
1.
Persiapan
Pasien
Persiapan pasiem
sebelum melakukan pemeriksaan HSG adalah: (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
a. Pasien
melakukan perjanjian
b. Pasien
menadatangani surat formulir penyataan
c. Pasien
diberitahukan beberapa pemeriksaan. Diantaranya :
1) Pasien
dilarang coitus (melakukan hubungan suami istri sebelum dilakukan pemeriksaan
agar tidak mengganggu pemeriksaan agar rahim dalam keadaan bersih tidak
terdapat sperma.
2) Pemeriksaan
HSG dilakukan pada hari 9-12 dilihat dari siklus haid dan dihitung dari haid
pertama.
d. Pemeriksaan
dilakukan setelah semua persiapan dilakukan dengan bbaik
e.
Pasien diberikan satu tablet spasium dan
langsung diminum sebelum pemeriksaan.
f.
Pasien ganti baju diruang ganti pasien.
g.
Lalu supine diatas meja pemeriksaan dan
diberikan alas bokong.
h. Tiga
puluh menit sebelum pemeriksaan pasien disuntikkan valium intra musculer.
2.3.3
Persiapan
Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan untuk
pemeriksaan HSG adalah: (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
1.
Pesawat ronsen dengan flouroscopy
2.
Peralatan
proteksi radiasi
a. Steril
1) Sonde
uterus
2) Speculum
vagina
3) Tenaculum
(portio tang)
4) HSG
set
5) Conus
dengan ukuran S,M,L
6) Sarung
tangan steril
7) Kain
kassa steril
8) Kanula
injection dan dyiring
![]()
Sonde uterus
|
![]()
HSG Set
|
![]()
Tenaculum (portio
tang)
|
![]() |
Gambar
2.3 gambaran alat HSG steril
b. Tidak
steril
1) Lampu
sorot
2) Bengkok
3) Film
ukuran 18 x 24 cm atau 24 x 30 cm untuk meliputi daerah vesika dan uterus dalam
pelvis.
4) Jika
ada indikasi, maka ada kalanya perlu dibuat foto seluruh abdomen termasuk
lengkung diafragma kanan dan kiri, biasanya cukup dengan film ukuran 30 x 40
cm.
5) Pada
infertilitas kadang-kadang diperlukan juga membuat radiogram paru, karena
infertilitas mungkin merupakan akibat penyakit tuberculosis paru yang masih
aktif.
6) Proteksi
Radiasi; Perhatian khusus perlu diberikan untuk menjaga radiasi seminimum
mungkin karena penggunaan kilovolt yang tinggi. Intensifikasi bayangan harus
dijaga kualitasnya sebaik mungkin. Begitu juga dengan tangan yang memberikan
injeksi contrast pada saan fluoroskopi harus dilindungi. Perlindungan dibuat
dari lembaran timah karet yang tebal diletakkan dibawah kaki pasien dengan
batas bagian atas tepat dibawah simfisis pubis. Sorotan sinar-X harus
disejajarkan agar tangan ginekologis tidak teradiasi.
7) Peralatan
Peralatan radiologi yang digunakan meliputi: meja radiologi, tabung sinar-x dan
monitor yang berada di ruang pemeriksaan atau dekat ruang pemeriksaan. Untuk
melihat gambaran pada proses pemeriksaan, gambaran sinar-x di ubah menjadi
gambaran video, disaat yang bersamaan radiographer mengambil gambar yang
dicetak pada film
2.3.4
Teknik
Radiografi
Ada beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk mengerjakan HSG ini. Menurut Sutton pemeriksaan
ini lebih memuaskan apabila dikerjakan dibawah anestesi umum, baik bagi pasien
maupun untuk kepentingan diagnosa yang akurat. Tetapi beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa tidak diperlukan sedatif maupun anestesi untuk mengerjakan
HSG. (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
1. Plain
Foto
Sebelum pemeruksaan
dimulai dilakukan plain foto terlebih dahulu antara lain sebagai berikut:
a. Pasien
tidur diatas meja pemeriksaan
b. Atur
posisi pasien agar pelvis simetris
c. Sentrasi
kurang lebih dari 2,5 cm garis tengah antara kedua sias atau 2 inchi di atas
symphisis pubis
d. Sinar
diarahkan tegak lurus film
2. Pemasangan
alat dan pemasukan bahan kontras
a. Pasien
tidur supine diatas meja pemeriksaan, bagian bokong pasien di beri alas
b. Posisi
pasien litotomi (cytoscopic position), lutut fleksi. sebelum dilakukan
pemasangan alat HSG, pasien diberitahukan tentang pemasangan alat dengan maksud
agar pasien mengerti dan tidak takut.
c. Lampu
sorot diarahkan kebagian genetalia untuk membantu penerangan.
d. Bagian
genetalia eksterna dibersihkan dengan betadine menggunakan kassa steril.
e. Speculum
dimasukkan ke liang vagina secara perlahan-lahan.

Gambar
2.4 gambar posis pemasangan speculum
f.
Cervix dibersihkan dengan betadine menggunakan
kassa steril dan alat forceps/tenaculum.
g. Untuk
mengetahui arah dan dalamnya cavum uteri digunakan sonde uterus.
h. Portio
dijepit dengan menggunakan tenaculum agar bagian dalam cervix dapat terbuka.
i.
Conus dipasang pada alat canulla injection yang
telah dihubungkan dengan syiringe yang berisi bahan kontras kemudian dimasukkan
melalui liang vegina sehingga conus masuk ke dalam osteum uteri oksterna (ke
dalam cervix).
j.
Tenaculum dan alat salphingograf di fixasi, agar
kontras media yang akan dimasukkan tidak bocor.
k. Speculum
dilepas perlahan-lahan
l.
Pasien dalam keadaan supine digeser ketengah
meja pemeriksaan, kedua tungkai bawah pasien diposisikan lurus.
m.
Kemudian fluoroscopy pada bagian pelvis dan
bahan kontras disuntikkan hingga terlihat spill pada kedua belah sisi.
Pada kondisi tertentu
pasien tidak tahan terhadap bahan yang terbuat dari metal, maka bisa digunakan
kateter dengan prosedur sebagai berikut : (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
a.
Setelah pasien diposisikan lithotomi, daerah
vagina dibersihkan dengan desinfektan. Diberikan juga obat antiseptic pada
daerah cervix.
b.
Speculum digunakan untuk membuka vagina dan
memudahkan cateter masuk. Bagian dalam vagina dibersihkan dengan betadine,
kemudian sonde uteri dimasukan untuk mengukur kedalaman serta arah uteri.
c.
Spuit yang telah terisi media kontras dipasang
pada salah satu ujung kateter. Sebelumnya kateter diisi terlebih dahulu dengan
media kontras sampai lumen kateter penuh.
d.
Dengan bantuan long forceps, kateter dimasukan
perlahan ke ostium uteri externa.
e.
Balon
kateter diisi dengan air steril kira-kira 3 ml sampai balon mengembang diantara
ostium interna dan ostium externa. Balon ini harus terkait erat pada canalis
servicalis, kemudian speculum dilepas.
f.
Pasien diposisikan ditengah meja pemeriksaan,
dan mulai disuntikan media kontras jumlahnya sekitar 6 ml atau lebih.
g.
Media kontras akan mengisi uterus dan tuba
fallopii, atur proyeksi yang akan dilakukan serta ambil spot film radiografnya.
h.
Balon dikempiskan dan cateter dapat ditarik
secara perlahan.
i.
Daerah vagina dibersihkan.

Gambar 2.5 gambaran HSG
menggunakan kateter
3.
Proyeksi
Ap
a. Posisi
pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan kedua tungkai lurus, pelvis rapat
pada meja pemeriksaan, kedua tangan diatas kepala, meja pemeriksaan diposisikan
trendedelenberg.
b. Ukuran kaset : 18x24 cm dipasang
melintang
c. Bahan kontras : disuntikkan 2-5 cc
d. Central ray : pada 2 inci superior
symphisis pubis
e. Kriteria gambar : gambar yang tampak
adalahpengisian bahan kontras ke dalam tube fallopi, tampak gambaran corpus
uteri dan spill pada peritoneal cavity (rongga peritoneal).

Gambar 2.7
gambaran posisi pasien AP
(Merril’s Atlas
Of Radiography Positions and Radiologic Prosedures Volume I, Philip W.
Ballinger)

Gambar 2.8 gambaran kreteria radiograf HSG post
contras AP
4.
Proyeksi
oblique Kanan
a.
Posisi
pasien :
supine, tungkai kanan lurus,panggul bagian kiri diangkat kira-kira 45º, panggul
bagian kanan merapat ke meja
b.
Ukuran
kaset :
18x24 cm dipasang melintang
c.
Central
ray :
diarahkan pada pertengahan antara SIAS dan sympisis pubis bagian axilare line
kanan, lalu di eksposi.
d.
Kriteria
gambar :
gambar yang tampak adalah tampak pada pengisian bahan kontras pada cavum uteri, tube uterine, dan spill pada rongga peritoneum

Gambar 2.9
gambaran proyeksi olique kanan
(Ballinger W Philip, 1995)
5.
Proyeksi
Oblloque Kiri
a. Posisi pasie supine tungkai bawah
kiri lurus, panggul bagian kanan diangkat kira-kira 45º, panggul bagian kiri
merapat ke meja pemeriksaan , kedua tangan diatas kepala, posisi meja
trendelenberg.
b. Ukuran
kaset 18x24 cm diletakkan melintang
c. Centar
ray diarahkan pada pertengahan antara SIAS dengan sympisis pubis.
d. Kreteria
gambaran gambar yang tampak adalah pengisian bahan kontras pada cavum uteri,
tube uterus bagian kanan dan kiri serta spill di sekitar fimbrae.

Gambar 2.10 gambaran proyeksi oblique kiri
(Ballinger W
Philip, 1995)
6.
Post
Void
Pembersihan bahan kontras, posisi sama dengan plan foto, setelah pasien
TurÃn untuk kencing, cebok atau jalan-jalan/ loncat-loncat di toilet supaya
media contrahaz keluar.
a.
Daerah pelvis mencakup vesica urinaria
b. Daerah
uterus (pintu panggul atas terlihat di pertengahan film)
c. Tampak
sisa kontras, sebagian telah kosong
d. Gambaran
struktur reproduksi wanita Uterus:
Terdapat dalam rongga panggul, bentuknya seperti buah peer, panjang 6,5
cm – 6 cm dan tebal 2,5 cm – 4 cm. Uterus terletak di belakang kandung kencing
dan di depan rectum. Uterus terdiri dari fundus uteri yang merupakan bagian
terbesar, dan ismus uteri yang menghubungkan korpus dan serviks. Kanalis
servikalis berbentuk spindle, panjangnya 2 cm – 3 cm. Biasanya pada nullipara
ostium uteri eksterna terbuka hanya 0,5 cm

Gambar 2.11 Post Mixi
(Ballinger W
Philip, 1995)
2.4
Bahan
Kontras
Bahan kontras yang sering digunakan oleh ahli radiologi di
Indonesia adalah zat kontras yang larut dalam air yaitu urografin 60% (meglumin
diatrizoate 60% atau sodium diatrizoate 10%). Bahan kontras ini sifatnya encer,
memberikan opasitas yang memuaskan dan mudah masuk ke dalam tuba dan
menimbulkan pelimpahan kontras ke dalam rongga peritoneum dengan segera. Pada
tahun-tahun terakhir ini dipakai juga bahan kontras lipiodol ultrafluid yang
juga dipakai untuk pemeriksaan limfografi, sialografi, fistulografi, dan
saluran-saluran yang halus. Kekurangan lipiodol adalah bahwa resorpsi kembali
berlangsung lama sekali jika kontras ini masuk kedalam rongga peritoneum .
Jumlah
bahan kontras yang digunakan berbeda-beda, tergantung pasien, tetapi biasanya
mendekati 10 ml. (Rasad,sjahlrial,2005,322)
Kontras larut minyak sekarang sudah banyak
ditinggalkan, karena komplikasi yang ditimbulkannya yaitu : (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
1. Emboli
paru
2. Granuloma
pada permukaan pritoneum
3. Pilbrosis
peritoneum
4. Penyerapan
lebih lama
Bahan kontras lain yang juga sering dipakai dan
memberikan hasil sama seperti urografin, misalnya hipaque 50% (sodium
diatrizoate), endografin (meglumine iodipamide), diaginol viscous (sodium
acetrizoate plus polyvinyl pyrolidone), isopaque (metrizoate), lipiodol
ultrafluid, dan sebagainya. (http://bahan-ajar-teknik-radiografi-4/2015/05.com)
2.5
Proteksi
Radiasi
Nilai Batas
Dosis (NBD) adalah dosis terbesar yang diizinkan yang dapat diterima oleh
pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa
menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga
nuklir. (Batan, 2015)
2.5.1
Proteksi
Radiasi Untuk Petugas Radiasi
Nilai batas dosis untuk pekerja
radiasi sebagai yang dimaksud dalam pasal 30 ayat (3) huruf a, tidak boleh
melampaui: (Batan, 2015)
1.
Dosis efektif sebesar 20 mSv pertahun rata-rata selama
5 tahun berturut-turut.
2.
Dosis efektif sebesar 50 mSv dalam 1 tahun tertentu.
3.
Dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv
pertahun.
4.
Dosis ekivalen untuk kulit sebesar 500 mSv pertahun.
5.
Dosis ekivalen untuk tangan atau kaki sebesar 500 mSv
pertahun.
2.5.2
Proteksi Radiasi
Untuk Masyarakat Umum
Berikut adalah proteksi radiasi
untuk masyarakat umum adalah : (Batan, 2015)
1. Dosis
efektif sebesar 1 mSv pertahun.
2. Penyinaran
terhadap organ atau jaringan tubuh tertentu ditetapkan dengan ketentuan :
a) Dosis
ekuivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv
b) Dosis
ekuivalen untuk kulit sebesar 50 mSv.
2.5.3
Perlengkapan
Proteksi Radiasi
1. Menyelenggarakan
pemantauan paparan radiasi dengan suveymeter.
2. Melakukan
pemantauan dosis yang diterima personil dengan film badge, TLD, dan dosimeter
perorangan pembacaan langsung yang sudah di kalibrasi.
3. Menyediakan
perlengkapan proteksi radiasi. (Batan, 2015)
2.6
Krangka
Konsep
![]() |
![]() |
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
Gambar
2.1 Kerangka Konsep
2.7
Definisi
Oprasional
No.
|
Variabel
|
Definisi
|
Cara Ukur
|
Alat Ukur
|
Hasil
Ukur
|
Skala ukur
|
1
|
Histeroshalpingografi
(HSG)
|
Histerosalpingografi
(HSG) adalah Pemeriksaan secara radiologi organ reproduksi wanita bagian
dalam pada daerah uterus, tuba fallopii, cervix dan ovarium mengunakan media
kontras positif. Pemeriksaan ini biasanya sering dilakukan pada ibu-ibu
dengan indikasi Infertil baik primer maupun sekunder.
|
Melakukan
pemeriksaan HSG sesuai dengan SOP
|
SOP
|
Hasil
gambaran HSG
|
Ordinal
|
2
|
Kontras
|
Suatu
bahan yang sangat radiopaque atau radiolusen, apabila berinteraksi dengan
sinar X, sehingga dapat membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya
|
Teknik
pemasukan bahan kontras sesuai SOP
|
Parameter kualitas gambaran
|
Hasil gambaran HSG
|
Ordinal
|
3
|
Infertilitas
|
kekurangmampuan
pasangan untuk menghasilkan keturunan, jadi bukanlah ketidakmampuan mutlak
untuk memiliki keturunan.
|
penatalaksanaan HSG
|
Pemeriksaan HSG
|
Hasil
pemeriksaan dokter dan hasil pemeriksaan penunjang
|
Ordinal
|
Tabel 2.2 Devinisi
Oprasional
BAB
III
METODOLOGI
PENEITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini bersifat deskriptif kualitatif yang bertujuan
untuk mengetahui penatalaksanaan teknik pemeriksaan Histerosalfingografi (HSG) dengan Indikasi Infertilitsa di Rumah Sakit
Mitra Husada Pringsewu
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah
Sakit Mitra Husada Pringsewu pada tanggal 06 April 2018.
3.3
Sumber Data
3.3.1
Data Skunder
Data
skunder adalah data yang telah tersedia di lokasi penelitian, peneliti hanya
bekerja mengumpulkan dan mentabulasikan kemudian dilakukan nalisis data (Sani,K,2016:76)
Pada penelitian ini sumber data yang digunakan
adalah data skunder yaitu peneliti memperoleh sumber data daridata yang telah
tersedia dilokasi penelitian.
3.4 Populasi dan Sampel
Keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti adalah populasi penelitian, sedangkan objek yang diteliti yang
dianggap mewakili seluruh populasi ini disebut sampel penelitian. Agar dapat
dilakukan penelitian terhadap semua subbidang dan dengan biaya murah, peneliti
dapat melakukan sampling atau pengambilan sample objek yang ditelitinya.
(Notoatmodjo,2014,115)
3.4.1 Populasi
Pada penelitian ini populasi di ambil dari kunjungan
pasien yang datang ke Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu
dengan permintaan pemeriksaan HSG dengan indikasi Infertilitas
3.4.2 Sampel
Pada penelitian ini sampel di ambil dari 1 orang
pasien dengan indikasi Infertilitas yang dilakukan dengan pemeriksaan HSG
3.5
Teknik Pengumpulan Data
Dalam menunjang Karya Tulis Ilmiah ini penulis
mengumpulkan data dengan cara sebagai berikut :
3.5.1
Studi Kepustakaan
Adalah
metode dimana penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan membaca dari
literatur yang berkaitan dengan HSG
(histerosalfingografi) dengan Indikasi Infertilitas
3.5.2
Studi Observasi
Adalah
metode dimana penulis mendapatkan informasi dan hasil dengan terjun ke lapangan
secara langsung untuk mengetahui penatalaksanaan HSG (histerosalfingografi) dengan Indikasi Infertilitas di Rumah
Sakit Mitra Husada Pringsewu.
3.5.3
Dokumentasi
Penulis mengambil
dokumentasi hasil gambaran radiografi dari pemeriksaan HSG
(histerosalfingografi) dengan Indikasi Infertilitas di
Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu.
3.5.3 Wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan
untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi
secara lisan dari sesorang sasaran penelitian (responden), atau bercakap cakap
berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face ). (Notoadmodjo,2014:139)
Kuesioner
1. Jenis
kontras apa saja yang sering di gunakan dalam pemeriksaan HSG di Rumah Sakit
Mitra Husada Pringsewu ?
2. Apa
aja resiko yang akan terjadi jika pasien alergi terhadap bahan kontras ?
3. Apakah
setiap pemeriksaan HSG harus selalu dilakukan plain foto terlebih dahulu ?
4. Apa
saja persiapan yang dilakukan radiografer sebelum pemeriksaan dimulai ?
5. Apa
bila hanya salah satu tuba yang tersumbat apakah pasiem bias menghasilkan
keturunan ?
6. Apakan
dengan pemeriksaan HSG ada kemungkinan terjadi kehamilan pada pasien ?
3.6 Instrumen yang digunakan dalam Pengumpulan
Data
Instrumen
yang digunakan dalam study terdiri dari pesawat Pesawat rontgen konvensional, processing film, film Rontgen,
prosedur menghidupkan pesawat, mematikan pesawat dan prosedur
pemeriksaan.
Sedangkan objeknya
adalah pasien pemeriksaan HSG
(histerosalfingografi) dengan Indikasi Infertilitas di
Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar